Rabu, 03 Februari 2016

Kesasar Ke Kantor, Di Tahun ke-2 Kerja



Kalian pernah kesasar kan? Mungkin kebanyakan dari kita pernah mengalami hal serupa, entah karena benar-benar tak mengenal daerah, atau karena sudah lama sekali tidak melewati daerah itu sehingga jadi “pangling” dengan perubahannya, sehingga akhirnya kesasarlah.

Membahas cerita tersesat bin nyasar binti lost. Saya ingat dulu waktu masih tinggal di ibukota, beberapa kali saya pernah kesasar. Mulai dari pertama kali berangkat kerja pun saya sudah punya cerita kesasar. Tapi cerita kali ini agak antik, terjadi pada waktu hampir 2 tahun saya berkantor disana.

Tinggal di daerah Kemayoran dan berkantor di kawasan industri Jababeka-Cikarang membuat saya seringkali berjibaku dengan angkot dan asap knalpot. Sering, tapi tidak setiap hari. Karena jarak tempuh yang serasa membuat saya 'tua di jalan', saya putuskan menyewa kamar kos di dekat kantor untuk saya tinggali setiap senin malam sampai kamis malam. Tidak pasti, kadang kalau sedang tidak ingin di kosan, mau hari selasa atau rabu pun saya akan pulang ke Kemayoran. Yang pasti, setiap dari rumah saya berangkat sebelum jam 6 pagi dan sampai kantor mepet jam 8 atau kadang lebih, karena jalanan macet. Dan pagi itu saya berangkat dari rumah, dan baru sampai di kantor hampir jam 10.

Pagi itu gerimis mengguyur kawasan ibu kota dan sekitarnya, saya berangkat ke kantor dari rumah. Seperti biasa saya sudah keluar rumah dari jam 6 kurang. Hujan sudah turun dari semalam. Perjalanan Kemayoran-Cawang berjalan lancar, tidak terlalu macet. Target saya naik Elf nomer 59 dari Cawang-Jababeka via tol langsung. Angkutan ini tidak pernah sepi penumpang, yang sering saya harus berebut dengan puluhan calon penumpang yang lain. Kapasitas normal Elf yang untuk kapasitas 15 orang bisa muat 26 orang untuk angkutan nomer 59 ini.

Tapi sepertinya saya sedang apes, tol arah Cikarang-Cawang macet total. Armada Elf no 59 tertahan di tol dan tidak ada yang sampai di pool Cawang. Sudah jam 7 lebih tapi tidak ada tanda-tanda kedatangannya. Akhirnya saya naik bis apapun yang mengarah ke bekasi, target saya naik Elf no 45 jurusan Metropolitan Mall (MM)-Cikarang Barat. Saya pernah pulang dengan menumpang mobil teman, dan melewati MM, hanya hanya ingat itu di Bekasi, tapi tak pasti Bekasi Timur atau barat. Bis pertama yang datang adalah Mayasari Bhakti no P9A. Sekilas saya lihat jurusan Bekasi, tanpa pikir-pikir lagi maka naiklah saya dengan PeDe-nya. Dan bis pun langsung berangkat. Agak ragu, tapi akhirnya saya bertanya juga pada kenek bis, “Bang, ini ntar turunnya di Bekasi kan?”.
 “iya neng, turun di terminal Bekasi”.
“Bisa turun di MM gak?”.
“wah kagak bisa neng, turunnya di terminal, Bekasi Timur”

Perjuangan Demi Ayam Bakar


Sekitar tujuh tahun merantau ke ibu kota lanjut ke pulau Dewata, akhirnya pada tahun 2012 saya kembali ke kampung halaman, Surabaya, dan sekarang sudah bersama suami dan anak. Banyak sekali cerita-cerita seru yang bergulir dari mulut saya mengenai kehidupan saya jaman muda bersama teman-teman, dan cerita ini berawal dari kerinduan untuk mengulang romantisme masa muda. Jaman masih kuliah dulu suka pergi rame-rame kongkow ke luar kota demi untuk ‘kebersamaan’, memenuhi hasrat ‘mbolang’ atau hanya sekedar mencari makan murah dengan porsi gajah. 

Jadilah pagii itu, setelah beberapa bulan tinggal di Surabaya, suami mengajak saya ‘napak tilas’ ke kota sebelah, dia penasaran dengan ayam bakar legendaris yang saya ceritakan. Letaknya tidak jauh, hanya 1-2 jam perjalanan. Perjalanan ini terhitung sangat mendadak, kami pergi beberapa menit setelah muncul ide ke sana di kepala suami saya. Tanpa buka peta atau tanya apa-apa lagi saya yang didapuk menjadi peta berjalan, menunjukkan jalan kepada suami yang menjadi leader dalam misi ini. Kami berangkat dengan bermotor. 

Di awal perjalanan, saya minta suami mengarahkan stang motornya lurus saja ke arah barat, waktu itu suami sudah protes “Gak salah ini Mi? Bukannya ke selatan ya?”. Saya yang merasa lebih tahu, diingatkan seperti itu jadi tidak terima. “Ini yang pernah kesana Umi apa Abi sih?”. Demi tidak memperkeruh masalah akhirnya suami menurut saja. Beberapa kilometer dari rumah, setelah melewati rumah-rumah sepanjang perjalanan, saya mulai bingung, kenapa jalanan ini berasa tidak match dengan ingatan saya akan perjalanan ke warung ayam bakar itu ya? Saya mulai bimbang, beberapa kali suami tanya arah. “ini kemana mi, lurus lagi?”. Mau saran ke suami agar tanya orang, ah kok gengsi. Saya usir jauh-jauh rasa ragu itu, alah paling cuma gara-gara lama tidak lewat sini, banyak bangunan baru jadi pangling. “Iya, terus aja Bi”.

Selasa, 19 Januari 2016

Menggiring Masa Depan Anak Bersama Acer Liquid Z320

Tidak seperti awal kemunculannya di penghujung abad ke-19, handphone (HP) kebanyakan hanya digunakan oleh mereka yang membutuhkan kecepatan berkomunikasi jarak jauh, dan bisa dikatakan teknologi ini hanya diperuntukkan oleh orang dewasa saja. Selanjutnya di awal abad ke-20 fungsinya mulai bergeser, bahkan semakin ke belakang ada puluhan bahkan ratusan fungsi yang bisa digantikan sekaligus oleh HP, bukan hanya sekedar fungsi telepon, mencatat, gaming, atau urusan hitung-menghitung saja. Dengan bantuan aplikasi yang bisa diunduh dengan sangat mudah, ada ribuan aplikasi yang ditawarkan oleh HP generasi terbaru. Dan ini membuat HP tak hanya menjadi kebutuhan bagi orang dewasa saja, remaja, bahkan toodler (batita) pun sudah banyak yang merasa ‘mati gaya’ bila jauh dari gadget satu ini.

Bagi kita yang telah dewasa, tentunya kita bisa memanfaatkan perkembangan teknologi ini dengan bijak. Namun tidak demikian dengan pengguna HP dengan rentang usia batita sampai dengan remaja. Mereka tidak bisa memilih dan menilai sendiri aplikasi mana yang baik untuk mereka. Banyak diantara anak-anak yang ‘kecolongan’ melihat konten-konten yang tidak sesuai dengan umur mereka, atau bahkan akhirnya terperosok menjadi konsumen pornografi. Selanjutnya hal ini akan menjadi boomerang bagi seluruh aspek masyarakat, bukan hanya diri sendiri dan keluarga si anak.